Tempat Tinggal Saya Di Kota Cirebon Dulu Saya Di Lahirkan Di Cirebon Juga.
Di Cirebon Cukup Nyaman Bagi Saya Untuk Beraktifitas Setiap Harinya, Saya Juga Memiliki Saudara Dan Teman-Teman Yang Bertempat Tinggal Sama Dengan Saya Yaitu Di Kota Cirebon, Saya Masih Tinggal Bersama Orang Tua-ku Di Cirebon.
Di Cirebon Juga Banyak Keanekaragaman Budaya Asli CIrebon Misalnya: Batik Cirebon, Tarian Cirebon, Serta Adat-Adat Cirebon.
Geografi
Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul pergerakan transportasi antara
Jawa Barat dan
Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah 3.754 km2 dengan dominasi penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%).
Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40 % dimana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran.
Iklim
Kota Cirebon termasuk daerah iklim
tropis, dengan suhu udara minimum rata-rata 22,3°C dan maksimun rata-rata 33,0°C dan banyaknya curah hujan 1.351 mm per tahun dengan hari hujan 86 hari. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus.
Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musin hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September.
Keadaan angin terdapat tiga macam angin :
- Angin Musim Barat : antara Desember sampai Maret
- Angin Pancaroba : antara April sampai Nopember
- Angin Musim Timur : antara Mei sampai Oktober
Etimologi
Cirebon dikenal dengan nama
Kota Udang dan
Kota Wali. Selain itu kota Cirebon disebut juga sebagai
Caruban Nagari (penanda
gunung Ceremai) dan
Grage (Negeri Gede dalam
bahasa jawa cirebon berarti kerajaan yang luas). Sebagai daerah pertemuan budaya
Jawa dan
Sunda sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon biasa menggunakan dua bahasa,
bahasa Sunda dan
Jawa.
Nama Cirebon berasal dari kata
Caruban, dalam
Bahasa Jawa yang berarti campuran (karena budaya Cirebon merupakan campuran dari budaya
Sunda,
Jawa,
Tionghoa, dan unsur-unsur budaya
Arab) atau bisa juga berasal dari kata
Ci yang artinya
air atau
sungai dan
Rebon yang artinya
udang dalam
Bahasa Sunda (karena udang merupakan salah satu hasil
perikanan Kota Cirebon).
Sejarah
Menurut Manuskrip
Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai
Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama
Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah
Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa
Kerajaan Galuh (
Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas
Islam semakin berkembang.
Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di
Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah
Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.
Pada Perkembangan selanjutnya,
Pangeran Walangsungsang, putra
Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar
Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan
Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang.
Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelar
Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan
Asia Tenggara.
kemudian pada tanggal
7 Januari 1681 Cirebon secara politik dan ekonomi berada dalam pengawasan pihak
VOC, setelah penguasa Cirebon waktu itu menanda tangani perjanjian dengan VOC.
Pada masa kolonial pemerintah
Hindia Belanda, tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi
Gemeente Cheribon dengan luas 1.100 ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi
Kotapraja dengan luas 3.300 ha, setelah ditetapkan menjadi
Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha.
Pada tanggal 15 April 2011, Kota Cirebon diguncang dengan
bom bunuh diri. Lokasi pengeboman berada di masjid
Mapolresta Cirebon. Pada peristiwa tersebut, pelaku bom bunuh diri tewas seketika, dan terdapat beberapa orang luka parah.
Pemerintahan
 |
Area Walikota Cirebon
|
Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906, kota ini baru dipimpin oleh seorang
Burgermeester (walikota) pada tahun 1920 dengan walikota pertamanya adalah J.H. Johan. Kemudian dilanjutkan oleh R.A. Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan statusnya oleh pemerintah
Hindia-Belanda menjadi
stadgemeente, dengan otonomi yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya. Selanjutnya pada tahun 1928 dipilih J.M. van Oostrom Soede sebagai walikota berikutnya.
Pada masa pendudukan tentara
Jepang ditunjuk Asikin Nataatmaja sebagai
Shitjo (walikota) yang memerintah antara tahun 1942-1943. Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai tahun 1949, sebelum digantikan oleh Prinata Kusuma.
Setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia, pemerintah Kota Cirebon berusaha mengubah citra Kota Cirebon yang telah terbentuk pada masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota yang baru, berbeda dari sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya
per aspera ad astra (dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang digunakan saat ini. Pada tahun
2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh
Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan
Kota Pekanbaru, hal ini dilihat dari
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat
korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis.